Pages

Senin, 25 Oktober 2010

KESESUAIAN L*** DENGAN AL QUR’AN DAN AL HADIST? PART 2


Assalaamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokaatuh. Saya mau curhat lagi. Saya hampir sakit memikirkan teman-teman dan keluarga yang masih L***. Itu lho, baca komen2 mereka di blog2 ex….aduh…..masih ada orang yang terkungkung begitu yah? Aduh hari gene…… Kok bisa lho, dalilnya disediakan tapi gak mudeng2. Malah ada yang sampe siap membunuh menghalalkan darah kaum muslimin asal sudah ada perintah imam. Lho? Malah tambah kelihatan khowarij nya. Keluar aslinya. Cek definisi khowarij rek. insyaAlloh Alloh paring kemudengan. Orang yang masih sholat dan melaksanakan rukun islam kok mau dibunuh? Nabi Muhammad aja melarang membunuh orang kalau dia masih sholat. Hayo….Hem….akhirnya saya tidak focus kemana-mana lah, malas makan, bahkan tidak mau sambung (lho? He he he he, sapa juga yang mau sambung ke L***? He he he). Tujuannya saya bikin postingan ini yah kalau antum punya jawaban ilmiah maka monggo kita jawab bersama. Toh saya juga manusia yang ucapannya amat sangat bisa ditolak ketika tidak sesuai dengan dalil dan silahkan diterima bila sesuai dalil. Hem, bingung rasanya kalau taqiyah terus, taqiyah terus (baca: bithonah). Baca blog mantan L*** gak boleh, soalnya blog-blog itu dalilnya kuat-kuat (coba baca link blog di samping, GUARANTEED!!!!) bantahannya ilmiah sesuai Qur’an Hadis yang shoheh dan atau sederajatnya yang bisa dijadikan hujjah. Jadi kalau baca blog-blog para mantan mubaligh L*** jelaslah terpengaruh untuk keluar juga dari L*** (he he he). Tentunya semua biiznillah. Jadi kalau mau tetap di L*** dan masa bodo dengan isu-isu hotnya, maka jadilah kita seperti katak di bawah tempurung. Enjoy it. Meski ada yang gak sesuai dalil yang dikaji, maju terus tidak boleh bertanya, nanti jadi bani isroil (he he he he ada-ada saja). Kalau ada yang tidak sesuai dalil masa gak boleh dipertanyakan? Justru harus dipertanyakan!
Jadilah ada seseorang yang bertanya tentang sebuah hadis yang dikaji di L***. Simak contoh jawaban yang sungguh tidak ilmiah berikut:
A: mba tidak ada hadisnya bolehnya memperlihatkan kaki (mulai bawah mata kaki sampe ke bawah; karena L*** kan gak nutup itu, red) di mba’?
B: ia sepertinya tidak ada. Coba Tanya mubaligh daerah?
A: ia. insyAlloh. Tapi memang hadis yang di kaji jelas seperti itu kan yang memanjangkan pakaian untuk wanita itu mba waktu zaman nabi….?
B: ia memang, kembali ke kepahaman individu masing-masing saja. Karena kepahamannya orang kan beda-beda
A: oh……. ( #@?*&^%$#!*&%#$?????)
Astaghfirulloh, ini perintah langsung Alloh Rosul lho. Kalau persenan yang tidak ada contoh dari hadis saja dinasehati terus sampe luber2. Eh, giliran perintah yang lebih kuat derajat hukumnya, kok serasa asoi geboi tidak dikerjakan sih? Tolong, plis, sedikit renungkan. Sedikitttttt saja.
Yang lucu lagi teman yang ajak diskusi, “gini lho mbak, kita harus bertahap, memang kaki harus ditutup, tapi ingat dulu Pak nurhasan. Dulu yang pertama orang-orang hanya berkerudung unyil, tapi Alhamdulillah sekarang udah pake jilbab yang baik. (baik yah? Lihat dan cek definisi jilbab yang benar beserta dengan hukum-hukum dan dalilnya) Karna ajakannya sedikit demi sedikit. Yang penting mereka mau meninggalkan syirik dulu…
Me: he he he, analoginya yang benar donk. Jangan ingat Pak Nurhasan, ingat Nabi Muh. SAW dulu. Ittiba’ nya kita kan harus ke Nabi Muhammad SAW. Bukankah Nabi Muhammad SAW adalah suri tauladan buat kita umat Islam? Dulu waktu turun ayat hijab, kaum wanita langsung berjilbab sehingga tampak seperti burung gagak…. Cek sendiri hadisnya. Ada juga di mangkulan L***
Sedikit kritis saja yang dibutuhkan…sedikit saja. Oh yah, mari kita lanjutkan postingan sebelumnya, the last number was 11. So,….
12. Ucapan ‘amal sholeh’ ketika meminta tolong dan sejenisnya. Dengan dalil yang manakah kita mengamalkan ini? Seperti saya ungkapkan pada tulisan saya sebelumnya; ilmu saya masih tipis, jadi kalau ada hadisnya, marilah kita sharing sama-sama. 
13. Ucapan “shollallohu ‘alaihi wasallam” ketika ada yang menyebut Nabi dengan menyertakan SAW. Contoh, ketika ada penasehat yang mengucapkan: Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam …. Maka pendengar alias peserta pengajian wajib dan akan merespon : “shollallohu ‘alaihi wasallam”. Cek kembali hadis kalian, jelas kok disitu, menyertakan ucapan SAW ketika menyebut nama nabi. Bukan mengucapkan SAW ketika ada yang bilang SAW. Tanya ulama donk! Di mekkah sekalian….
14. Terus masalah penyaksian orang yang meninggal. Dulu ingat betul deh, kalau di Gading nyolati mayit, setelah itu, qta menyaksikannya dengan mengatakan yang dalam bhs Indonesia ‘baik’ kalau gak salah tulis kita bilang ‘sae’ (maklum bukan orang Jawa). Yang nasehat kasi sejenis biografi orally kepada yang hadir. Terus disaksikan deh dengan ucapan ‘baik’ gitu. Kalau mau lihat hadisnya …… coba cek… liat pandangan ulama ahlusunnah tentang ini. Saya pernah menanyakannya pada seorang ustadz lulusan madinah dan jawabannya Totally different dengan yang dipraktekkan L***. Be a critical human! Kalau mau berkutat pada ilmu mangkul yang ternyata maudhu pun kita jadikan hujjah, maka bathil lah ilmu mangkul itu. Silahkan gugel juga tulisan ust Qomar tentang “bantahan terhadap ilmu mangkul”. Lengkap. Baca dan jangan terpengaruh!!!  Silahkan menikmati….
15. Ups…. Saya diajak berdialog dengan teman dari L*** yang masih ingin saya disana. Mereka mau membenarkan music senam barokah dengan hadis bahwa Nabi Muhammad pernah mengizinkan menggunakan alat music pada saat perkawinan. He he he….. analoginya yang tepat dunk. Keharomannya kan jelas (bukhori 5/2123 dll). Nabi Muhammad SAW membolehkannya pada saat perkawinan itu saja. Ini kok maunya senam barokah tiap minggu. Waduh…..tolong analoginya yang sedikit jernih ….
Have a look at the written language below:

Ada beberapa nyanyian yang diperbolehkan DIANTARANYA (kalau ada yang mau nambahkan tafaddhol…. Ni focus dulu di jawaban teman yang L*** diatas) yaitu:
• Menyanyi pada hari raya. Hal itu berdasarkan hadits A'isyah:"Suatu ketika Rosul Shollallahu 'Alaihi Wasallam masuk ke bilik 'Aisyah, sedang di sisinya ada dua orang hamba sahaya wanita yang masing-masing memukul rebana (dalam riwayat lain ia berkata: "... dan di sisi saya terdapat dua orang hamba sahaya yang sedang menyanyi."), lalu Abu Bakar mencegah keduanya. Tetapi Rasulullah malah bersabda: "Biarkanlah mereka karena sesungguhnya masing-masing kaum memiliki hari raya, sedangkan hari raya kita adalah pada hari ini." (HR. Bukhori)
• Menyanyi dengan rebana ketika berlangsung pesta pernikahan, untuk menyemarakkan suasana sekaligus memperluas kabar pernikahannya. Nabi Shollallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Pembeda antara yang halal dengan yang haram adalah memukul rebana dan suara (lagu) pada saat pernikahan." (HR. Ahmad 3/418, At-Tirmidzi no. 1088, An-Nasa`i no. 3369, Ibnu Majah no. 1896. Dihasankan Al-Albani dalam Al-Irwa`, 7/1994).
• Cek juga HR. Al-Bukhori, Kitab An-Nikah no. 4852
Di antara berbagai alat musik yang diperbolehkan hanyalah rebana. Itupun penggunaannya terbatas hanya saat pesta pernikahan dan khusus bagi para wanita. Kaum laki-laki sama sekali tidak dibolehkan memakainya. Sebab Rosul Shollallahu 'Alahih Wasallam tidak memakainya, demikian pula halnya dengan para shohabat beliau Rodhiallahu 'Anhum Ajma'in.

0 komentar:

Posting Komentar