Pages

Senin, 02 Januari 2012

HARUSKAH EX J**** BER CADAR?

Tulisan ini saya buat untuk memberi gambaran dan membantah mereka yang menuduh jelek ex j**** dengan tuduhan jelek bahkan ada yang dusta berdasarkan apa yang dialami penulis. semoga saja ada manfaat yang bisa diambil. barokallohu fiikum.
Apakah akhwat yang keluar dari **** menuju ke manhaj salaf dilabeli dengan memakai cadar?
Al-Bukhari berkata: Bab: Al-’Ilmu qablal Qaul Wal ‘Amal (Berilmu sebelum berkata dan berbuat). Dalilnya adalah firman Allah : “Maka ketahuilah, bahwa tidak ada ilah (Yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu.” (QS. 47:19) Maka ilmu itu didahulukan sebelum ucapan dan amal perbuatan.
Perkataan penulis “Al-Bukhary berkata: -yakni dalam Kitab Al-’Ilmi dalam Shahih-nya- Bab: Al-’Ilmu qablal Qauli Wal ‘Amal, artinya berilmu sebelum berkata dan berbuat.
Kata Baab dibaca “baabun” bertanwin karena tidak diidhofahkan. Al-ilmu: Mubtada’ dan perkataan: “Qablal qauli…dst” adalah khabar Mubtada’. Maknanya bahwa perkataan dan perbuatan manusia tidak ada nilainya dalam pandangan syari’at kecuali jika berlandaskan dengan ilmu. Berarti ilmu merupakan syarat sahnya suatu perkataan dan perbuatan.
Perkataan penulis “Dan Dalilnya” ini adalah perkataan Al-Bukhary. Dalam kitab shahihnya beliau mengatakan:
بابٌ : العلم قبل القول والعمل لقول الله تعالى
“Bab: Al-’IImu qablal Qauli Wal ‘Amal, liqaulillah Ta’ala” [Lihat Shahih Bukhary (1 / 159-Al-Fath)]
Artinya Bab: Berilmu sebelum berkata dan berbuat, dasamya adalah firman Allah Ta’ala:…” Namun Syaikh mengibaratkan dengan mengatakan dan dalilnya agar kalimatnya lebih jelas.
Perkataan penulis, Firman Allah Ta’ala:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إلاَّ اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ
“Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Ilah (Yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu” [QS. Muhammad ayat 19.] Allah memulainya dengan ilmu sebelum ucapan dan perbuatan.
Ini juga perkataan Imam Al-Bukhary, namun dalam shahihnya hanya termaktub ([فبدأ بالعلمِ] fa bada-a bil ilmi) tidak terdapat kalimat ( [قبلَ القولِ والعملِ] qabla qauli wal ‘amal). Kemungkinan kalimat ( [قبلَ القولِ والعملِ] qabla qauli wal ‘amal) adalah ucapan Syeikh Muhammad Bin Abdul Wahab atau ucapan Imam Al-Bukhary yang ada dalam naskah lain.
Dan Firman-Nya: “فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إلاَّ اللَّهُ” ditujukan kepada Rasulullah dan juga mencakup seluruh umat. Ini merupakan perintah untuk berilmu. Firman-Nya: “وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ” merupakan perintah untuk beramal. Sejumlah ulama salaf menggunakan ayat ini sebagai dalil tentang fadhilah (Keutamaan) ilmu.
Abu Nu’aim mencantumkan dalam bukunya Al-Hilyah dari Sufyan Bin ‘Uyainah bahwa beliau ditanya tentang fadhilah ilmu, beliau menjawab: “Tidakkah engkau mendengar Firman Allah ketika memulai ayat ”فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إلاَّ اللَّهُ” kemudian Dia memerintahkan untuk beramal dengan firman-Nya: “وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ”.” [Hilyatul Auliya' (8/305).]
Bentuk pengambilan dalil dari ayat ini tentang keistimewaan ilmu adalah bahwa Allah Ta’ala memulai Firman-Nya dengan ilmu dan menyuruh Nabi-Nya agar memulai dengan ilmu sebelum memerintahkan untuk beramal. Hal ini menunjukkan kepada kita dua perkara:
• Pertama: Tentang fadhilah ilmu.
• Kedua: ilmu lebih didahulukan daripada amal.
Sumber : Syarah 3 Landasan Utama karya Abdullah bin Shalih Al-Fauzan, At-Tibyan Solo.
Maka orang lain tidak bisa memberi label pada seseorang yang keluar dari **** salah ketika mereka tidak bercadar atau belum bercadar dan sejenisnya. Hal ini dikarenakan, tidak ada yang bisa memastikan apakah orang tersebut berpegangan pada wajibnya cadar, ataukah pada hukum yang lain (Klik Disini) ataukah ilmunya belum sampai kesitu.
Sebab semua yang kita pakai seharusnya ada dasarnya. Kenapa memakai jilbab, kenapa pakai kaos kaki, kenapa harus memakai cadar, kenapa saya tidak makai cadar dan lain-lain. Segalanya haruslah berdasarkan dalil-dalil dari Qur’an dan Hadits.
Saya perlu sedikit menceritakan apa yang saya alami sebelum ini.
Sekitar tahun 2007 an, saya begitu senang melihat orang yang memakai jubah. Saya merasa, apa yang mereka pakai tidak ribet. Pakai jubah langsung dengan rok, tidak perlu pakai lagi dua kali jenjang, baju dulu, baru rok dulu, ribetnya(merujuk pada prinsip saya yang sangat suka pada hal yang simple). Beda dengan yang saya gunakan, kaos oblong, celana jins (waktu itu pemahaman saya, rok memang dianjurkan di dalam golongan saya, namun celana gombrang dengan baju menutup bagian belakang tubuh adalah tidak mengapa. Saya berpendapat bahwa, baju saya yang kaos ini besar dan celana jins, tidak ketat (bagi saya waktu itu), dan saya juga masih jama’ah, saya kan masih sambung. Jadi tidaklah mengherankan kalau teman-teman J****m pun banyak yang berpakaian seperti saya, bahkan ada yang lebih ketat, padahal pada MT, ampuni hambaMu dahulu ya Alloh).
Berawal dari senangnya saya melihat dan merasa tidak ribetnya pakaian itu, saya mulai bertanya kepada teman akhwat dari *T tentang jubahnya, mulai dari modelnya, ukurannya, warnanya, ongkos jahitnya, sampai siapa tukang jahitnya. Alhasil saya mulai membeli kain hitam 2,5 m, trus biru mendekati tua 2,5 m, merah tua 2,5 m dan warna biru dongker dengan ukuran yang sama.
Setelah berdiskusi dengan ummahat *KS yang menjadi penjahit saya, saya pun mulai menggambar model yang saya inginkan. Beberapa model cantik yang sempat saya pikirkan. Saya tidak ingin memakai jubah yang modelnya jelek. Saya mau yang nyaman dan modis tapi tetap syar’i dan tidak kampungan. (batin ku saat itu).
5 buah jubah awalku, satu bermodel baju kimono dengan tali besar berwarna pink di belakangnya, satu lagi jubah biasa dengan blis jahitan putih 3 jejer di bagian samping dan bawah, trus yang satu model biasa dengan tangan yang terlipit diujungnya.
Ketika jubah saya sudah jadi, saya masih ragu memakainya. Mungkin shock terapi karena sesuatu hal yang baru buat saya. waktu itu bertepatan dengan mau ke Aceh ada lomba MTQ tingkat mahasiswa. Alhasil di hari pertama mau ke bandara itulah saya memutuskan untuk memakai jubah. Dan berharap dalam hati, mudah-mudahan jubah ini tidak saya lepas seperti apa yang dibilang orang, habis pakai, dilepas lagi. Soalnya ada seorang mubalighot yang habis pakai, terus ada seseorang yang memberitahu saya, kalau mubalighot itu tidak pakai jubah lagi, karena dilarang kakaknya, katanya terpengaruh salafy kalau pakai jubah. Hem.
Jreng …. Saya pakai jubah hitam dengan jilbab ala *KS yang berwarna hitam putih. Teman-teman saya sempat, lho…. K **** yah? Me: senyum-senyum tanda tak mampu, he he he.
Note: Sekitar beberapa saat sebelum jubah saya jadi, saya mulai diperkenalkan dengan blog ex J***** oleh seorang MT bernama dengan inisial I. Awalnya sih, komen saya lumayan panas dalam hati. Saya diskusi panjang lebar dengan I memperkuat pemahaman saya terhadap j****. I pun dengan tenang membenarkan saya, namun memberi saya pandangan2 pertanyaan yang membuat saya berpikir hampir di tiap malam. Sampai akhirnya I pelan-pelan memberi pengarahan pada saya memberi saya analogi, menyarankan saya langsung untuk membaca dengan hati yang tenang semua blog-blog ex. Sebuah blog yang membongkar penyembunyian kitab mukhtasor pun saya baca baik-baik. Hem, hadits dhoif, hadits maudhu yang dipakai. Tidak ittiba’nya mereka pada Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam. Bolehnya al wijadah bagi muslim. Banyak kitab yang tidak dikenal j**** karena dianggap kitab karangan yang tidak boleh dibaca, seperti kitab al muwatho’ punya imam malik. Wah ternyata imam-imam itu bukan ahlu bid’ah seperti yang diajarkan guru saya di j****. Ternyata mereka ahlusunnah. Ditambah di masjidil harom yang jadi imam bukan orang j****. Ternyata disana ulama diketahui dan tidak bersembunyi seperti yang dihembuskan di telinga-telinga kami. Akhirnya membuat hati saya seakan takut dan tidak mengerti. Cukup lama. Sampai sekitar setengah tahun, akhirnya saya mengeluarkan hati saya dari golongan itu meski jasad saya masih sambung.
Sekitar beberapa saat kemudian, saya diajak ketemuan dengan seorang mubalighot, saya langsung ke TKP. Begitu turun dari angkot, saya cukup kaget dibuatnya. Lho, mba ini juga pakai jubah seperti saya. jantung saya berdegub. Maklum tahun itu di kota saya, yang memakai jubah di j***** boleh dibilang zero. Jadi pas liat akhwat yang pakai jubah plus kaos kaki seperti saya otomatis saya heran. Aduh, gimana nih…. Ada sama-samaku. He he…
Ternyata kami berdua adalah mubalighot yang akhirnya hijrah ke manhaj salaf. Alhamdulillah.
Setelah memakai jubah dan kaos kaki, saya sempat berkata dalam hati ketika bertemu atau melihat orang bercadar. (me inside: aduh, nda panas apa pakaian seperti itu? Saya biarlah segini sudah cukup besar jilbab saya, nda mau terlalu over. Biasanya saya suka memakai jilbab segi empat dengan memanjangkannya sampai menutupi bagian belakang tubuh, mendekati lutut belakang).
Pernah pula ketemu jilbab yang agak besar, me inside: ah, segini seperti punya saya cukup, tidak tampak lekuk tubuh.
Pernah pula ketemu akhwat yang jilbab besar selutut dan jilbab dalamnya sebesar atau sedikit lebih besar dengan jilbab kaos yang saya pakai, saya pun dalam hati: subhanalloh…… besar sekali jilbab dalamnya. Mirip punya saya yang luar ini.
Ketika saya ketemu teman yang mubalighot tadi itu, kami sempat yang: ukh biar kita gini saja jilbabnya di, gak usah terlalu panjang…. Iya.
Lihat bagaimana kami berpendapat? Kenapa kami berpikir seperti itu? Karena ilmu belum sampai kepada kami. Maka tidak ada judgement yang ditorehkan oleh seseorang kepada mereka yang ex bagi j**** yang mau berpikir-pikir.
Hem… tidak lama saya sering mendownload kitab2 terjemahan salaf, tulisan ulama, semisal syaikh Nashiruddin Al Albani, kemudian ulama-ulama lain yang waktu itu saya belum hapal namanya.
Setelah membaca beberapa, aduh, ternyata jilbab itu harus luas dan longgar. Bahkan harus ada dalamannya, yang disebut dengan khimar. Bahkan ada yang menulis wajibnya cadar (DOWNLOAD DISINI PENJELASANNYA). Saya akan kutipkan satu dalilnya dari sumber lain:
Asma’ binti Abi Bakar berkata: “Kami menutupi wajah kami dari laki-laki, dan kami menyisiri rambut sebelum itu di saat ihram.” (HR. Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim. Al-Hakim berkata: “Shahih berdasarkan syarat Bukhari dan Muslim”, dan disepakati oleh Adz-Dzahabi)
Ini menunjukkan bahwa menutup wajah wanita sudah merupakan kebiasaan para wanita sahabat. (Lihat Hirasah Al-Fadhilah, hal 68-69, karya Syaikh Bakar bin Abu Zaid, penerbit Darul ‘Ashimah).
Aduh, makin lama, saya makin berpikir. Aduh saya selama ini ternyata belum berilmu tentang ini. Akhirnya, saya bertekad untuk menjahit jilbab yang agak besar. Ukurannya baru 2 meter. Yang hanya menutupi tangan saya.
Terlaksananya cukup lama, karena saya harus cari info kain apa yang tidak panas, dan bagus buat jilbab dan alasan lain yang sekarang saya tidak begitu ingat. Hendaknya seorang j**** tidak menghukumi akhwat ex dengan perkataan yang menghukumi pakaian. Karena meski pemahaman sudah kearah pakaian yang syar’i terkadang kami butuh waktu untuk mempertimbangkan, apa kata kalian, apa kata keluarga dan apa kata orang tua, termasuk bagaimana kami harus mengumpulkan uang sendiri untuk membeli kain-kain panjang kami. Kami harus berdoa untuk ini. Kami harus berjuang untuk ini. Dan bagi saya, perjuangan mencapai cara berpakaian yang syar’i tidaklah mudah. Ada begitu banyak hambatan yang kami temui terkait dengan orang tua. Sungguh hal ini tidaklah mudah. Jadi jangan hukumi kami dengan sesuatu yang kalian tidak ketahui bathinnya. Jangan kalian ucapkan perkataan yang seolah-olah kalian mengetahui apa yang kami pikirkan. Karena sesungguhnya untuk memustuskan keluar pun kami harus berperang dengan diri, jiwa dan perasaan kami. Ketahuilah itu saudaraku.
Beberapa saat kemudian, saya sudah berhasil mempunyai jilbab besar. Tapi saya masih berpikir-pikir kapan yah saya pakai?
Saya ini termasuk orang yang dag dig dug kalau memakai sesuatu yang baru. Ditamabh di j**** hal ini terbilang aneh. Jadi hal ini juga salah satu penghalang buat kami.
Suatu sore, saya sedang berada di tempat ponakan yang j****. Tiba-tiba mubalighot tadi ngajak ketemuan. Trus saya bilang lah pada ponakan, ‘bagaimana ini, saya mau keluar, jilbab ku basah’. Trus ponakan: pakai saja itu yang besar (kebetulan jilbab besar 2 meterku sudah saya setrika dan saya gantung di pojok kamar ponakan saya itu). Katanya sambil tertawa. Me: iya dih… tapi kalau saya sudah pakai ini, saya harus mi pakai yang begini terus, masa habis pakai yang besar trus pakai yang kecil lagi. Ucap ku saat itu sambil tersenyum padanya. Akhirnya sejak saat itu saya pakai yang 2 meter. Alhamdulilah.
Sejak saat itu, saya mulai mencicil untuk memiliki jilbab yang lebih besar. Sedikit-sedikit perasaan saya malu menggunakan yang 2 meter ini, batinku. Suatu saat ummahat tempat saya menjahit menawarkan kain yang cantik. Beberapa pilihan warna tersedia. Saya memilih yang merah tua, dan coklat. Sepasang jubah dengan jilbab besar selutut lebih. Setelah jadi, senangnya hati saya. saya memakainya dengan perasaan yang tenang dan nyaman. Subhanalloh. Ini yang saya bilang dulu tidak ingin saya pakai. Saya bersyukur dulu saya tidak mengumpat dan mengeluarkan apa yang saya rasakan di hati. Saya cukup menyesal ketika saya teringat bahwa hal itu pernah terbersit di dalam hati.
Tapi mungkin saja beberapa kemudahan diantara kesulitan saya memakai ini dikarenakan saya jauh dari orang tua yang j****. Kalau pulang kampung biasanya saya masih pakai yang 2 meter. Entahlah apa perasaan saya yang seperti itu akan diampuni oleh Allah. Tetapi yang jelas. Sikap kepada ortu haruslah pelan-pelan dan dengan cara yang baik. Saat itu, itu yang saya amalkan. Saya tidak mau membuat mereka shock dengan jilbab besar saya yang di j**** itu terlihat aneh saat itu. Entah kalau sekarang. Wallohu a’lam.
Sampai waktu yang terjadi saya masih belum ada niat memakai dan mempunyai yang berwarna hitam. Saya membatin. Rasanya yang hitam panas dan gerah saya lihat. Suatu saat, tiba- tiba saja saya membaca warna pakaian yang disunnahkan dan dianjurkan. Bukan berarti warna lain tidak boleh. Dan hal ini didukung dengan persyaratan prajabatan. Ketika mau prajabatan, kami diharuskan menggunakan jilbab hitam dan putih. Kebetulan saat itu, saya belum punya yang hitam, akhirnya saya pun meminta umahat menjahitkan saya yang hitam. Dia menawarkan dengan jubahnya dengan jenis kain sutra cina. Dari pengalaman saya, sutra cina ini kainnya halus, dingin dan adem serta nyaman sangat. Saya pun mengangguk.
Ketika memakai jubah dan jilbab itu, saya merasa teduh, tidak ada perasaan panas seperti yang saya lihat dulu ketika memandang wanita berjubah hitam dengan jilbab hitam besar. Subahnalloh. Kenapa begitu terasa keteduhan ini?
Pengalaman ini tidak berhenti sampai disini. Karena ada satu ilmu yang telah sampai kepadaku dan aku berpegang padanya. Yaitu wajibnya menutup wajah. (untuk yang satu ini, ada pula ulama yang mengatakan bahwa ini sunnah, ada yang menganjurkan, dan ada yang mewajibkan). Masing-masing dengan dalil-dalil yang ada. Jadi bukan hanya asal berpendapat saja. Sebagai tholabul ilm kita tidak boleh menghukumi salah orang yang berbeda pendapat dengan kita ketika mereka juga punya dalil. Memiliki pemahaman yang seperti ini, bagi saya agak susah awalnya. Alhamdulilllah melalui ta’lim saya mendapatkan bahwa hal-hal yang masih dalam ranah ikhtilaf, maka kita yang tidak berilmu sebaiknya berdiam diri dan tidak masuk didalamnya. Adapun ketika kita berpegang pada pendapat ulama tertentu, maka tidaklah boleh menyalahkan yang lain. Yang ahsan bagi pencari ilmu adalah mencari ilmu, masih begitu banyak ilmu yang belum saya punya, termasuk bahasa arab, de el el.
Suatu saat ketika saya dan mubalighot teman saya yang kebetulan Alhamdulillah, kami berdua sudah menggunakan jilbab besar bercakap-cakap tentang cadar. Ukh, kapan yah kita bercadar? Wallohu a’lam. Dalil yang mewajibkan cukup kuat. Ditambah hati saya juga condong ke pendapat ini. Kami merasa demikian takut. Ukh… semoga saja sebelum kita meninggal kita sudah bercadar. Iya ukh. Aamiiiiiin. Supaya kelak di hadapan Allah kita tidak ditanya kenapa tidak bercadar padahal berpegang pada pendapat ini. Mau bilang apa kita ukh? Na’am. Hiks hiks hiks.
Suatu ketika dengan tema yang sama, ukh, insyaAlloh kalau sudah walimah saya mau bercadar. Na’am, saya juga ukh, semoga kita dimudahkan oleh Allah. Mudah-mudahan walimahnya bukan dengan j****. Aamiiiiiin.
Dan percakapn lain sejenis yang terjadi antara saya dan teman ex itu terjadi sering kali baik secara langsung maupun lewat sms. Kami takut. Sampai kami pun seperti beberapa akhwat lain, menunduk ketika ada ikhwa. Menutup wajah ketika melewati tempat yang ada ikhwahnya. Dan kelakuan-kelakuan lain yang membuatku kami sebenarnya risih dengan terlihatnya wajah ini.
Dan Alhamdulillah. Sebuah langkah awal yang baik. Setelah orang tua terbiasa dengan 2 meter, alhamdulillah ketika pulang kampungpun saya sudah bisa memakai yang lebih panjang...... dan setelah saya walimah... saya mulai menerapkan apa yang menjadi pemahaman saya terhadap aurat dengan bantuan dan dukungan zaujii.

Wallohu a'lam

Penulis blog: seorang ex MT j**** yang hijrah ke manhaj salaf

Minggu, 21 Agustus 2011

Menikah i2 PERJUANGAN Part 1



Sebenarnya kejadian yang akan menimpa saya ini, sudah diprediksikan bahkan diberikan terapi-terapi ancaman oleh teman ikhwa yang kebetulan belum berani keluar TOTAL.
Dia: yakin mau menampakkan diri keluar? (menampakkan diri?hem)
Me: sepertinya begitu.
DIa: yakin dengan resikonya?
Me; kalau begini terus saya tersiksa. Ngaji datang sj tapi hati gak disitu. Tersiksa sekali dirasa. Sementara tempat ta’lim yang mau saya datangi itu banyak. Ilmu yang mau saya cari itu banyak. Dan tempatnya bukan disitu….mbagaimana kah?
Dia: saya tidak memikirkan itu…. Maksud saya, ada hal yang harus kalian siap hadapi nanti.
Me: oh, tentang menikah kh?
Dia: ia, siapa nanti walinya?
Me: hem, tapi saya berat mau dusta hanya demi menikah.
Dia: pikirkan baik2. Saya kuatir nanti sulit menikah….
Me: jazakallohu khoiro atas perhatiannya
Dia: kalau ikhwa yang keluar tidak akan ada masalah besar. Tapi kalian,,,, tetap butuh wali
Me: diam
Dia: jadi bagaimana?
Me: saya coba jalani dulu, ngaji2, hem
Dia: ia. Sambil pikir2?
Me; ia
Setelah lebih kurang satu bulan saya jalani, dua bulan, dst ternyata saya tidak sanggup. Akhirnya
Me: afwan, saya harus keluar. Untuk menikah itu urusan nanti. Bukankah jodoh itu tidak akan tertukar?
Beberapa bulan kemudian. Semua yang diprediksikan teman itu terjadi dan terpampang nyata di depan mataku. Hiks hiks… air mata, sedih, dan keimanan masih menancap di hatiku secara berbarengan.
Maaf nak, kalo bukan orng **** saya tidak bisa jadi wali.
Bahkan sempat saya dianalogikan dengan “kan’an”… Ya Alloh…. Qodarulloha wa maa sya’a fa’al…
Jadi seorang ikhwa yang mau maju saya suruh mundur untuk menghargai kedua orang tuaku.
Afwan jiddan. Mungkin saya belum bisa bersikap. Saat ini saya belum bisa. Tafaddhol kita dengan akhwat lain.
Setelah beberapa saat. Saya selalu berdo’a dan berharap. Orang tua saya bisa menerima saya yang seperti ini.
Semoga saja ada jalan keluar yang baik. Saya selalu berharap besar Alloh memudahkan dan meridhoi jalanku. Saya yakin, mungkin karena bukan dia yang terbaik untukku.
Sampai akhirnya sayapun diperkenalkan dengan ikhwa lain yang cukup membuat saya condong setelah istikhoroh.
Saya bahasakan keadaan saya. saya beritahu tentang semua ini bagian demi bagian meski belum pada edisi lengkap melalui mediasi.
Perjuangan baru dimulai.
Namun sampai beberapa saat ini. Tidak ada penerang dari zona masalah yang saya hadapi.
Kemanakah Paradigma Baru itu?
Yang lebih sedih lagi….. nak kalo ada yang meninggal di kalian itu, ada yang ngurus?
Astaghfirulloh…….
Jadi nanti kalian menikah nya dimana?
Ya Alloh …..
Apa yang saya alami ini tidak bisa saya bahasakan sempurna. Terlalu berat untuk diinterpretasikan dan saya kuat untuk dan dengan sebuah kalimat.
AALLOHU AMAROKI BIHADZA?
IDZAN LAA YUDI’INA
Kuatkan dan ridhoi saya Ya Alloh

Rabu, 06 April 2011

KAMI PERNAH SEPERTI KALIAN BUKAN DALAM HITUNGAN HARI, TAPI SELAMA PULUHAN TAHUN-ADA YANG BERPULUH TAHUN JUGA


Secara dhzohir dan logika, kami bukanlah orang yang mudah terpengaruh. Buktinya nih yah. Saya butuh waktu lebih kurang setengah tahun untuk mengeluarkan kepahaman jalan tunggal adalah tiiiiiiit (sensor) dari hati saya. mau tau kenapa? Karena kepahaman saya terhadap tiiiiiiiiit jalan tunggal bukan kepahaman dasar. Tetapi sudah mendarah mendaging dan berdalil. Gak asal saja. Landasan saya cukup sangat kuat. Jadi tidak gampanglah terpengaruh. Apalagi saya juga pernah jadi MT. Bukannya untuk ujub. Tapi saya justru mau kita semua mencoba untuk berpikir-pikir secara logika. Untuk berpikir secara dalil-dalil cukup jelaslah di www.rumahku-indah.blogspot.com dan list daftar blog disamping posting saya. cukup dibaca dan dipahami. Sedikit dialog dan sedikit penasaran. Sesuatu yang besar sedang disembunyikan dari kalian. Sungguh. Tidaklah kalian berpikir, kenapa sih, yang keluar harus kami? Tidakkah kalian berprasangka bahwa kami keluar karena kami mengetahui sesuatu yang BELUM kalian ketahui? Believe it!!!!
Kami sudah terlalu banyak mengetahui hal-hal yang belum kalian ketahui. Niscaya tidaklah jika kalian mengetahuinya kecuali dada yang terasa sesak, air mata yang senantiasa mengalir, dan penolakan yang ingin dikeluarkan tetapi semuanya dan beberapa tindakan kami di pres sedemikian rupa oleh diri kami sendiri karena kami mengingat dan mengerti pemahaman kalian. Karena kami juga harus memahami jiwa dan pikiran kalian. Kenapa? KARENA KAMI PERNAH SEPERTI KALIAN.
Nah bedanya dengan kami adalah, bahwa kalian belum pernah seperti kami. Itu dia yang membedakan.
Sederhana. Sangat sederhana sekali.
Anggap saja gambarannya begini, dulunya saya dan kalian berada di bawah kotak tempurung. Ketika didalam tempurung kita dibisiki bahwa langit itu coklat. Kita terima. Karena yang kita lihat diatas kita adalah langit tempurung yang coklat.
Rasa penasaran adakan. Ketika membaca hadist-hadits yang kita kaji. Dari dulu lho, saya aneh2 dengan beberapa hadits. Sejak SMP. Ada kok beberapa yang dikaji tapi gak ada penerapan. Jadi terkesan menerapkan yang sesuai pemahaman tiiiiiiiiiit dan tidak menerapkan selebihnya, meskipun tetap dikaji. Yah, meskipun demikian saya kembali kokoh dengan doktrin-doktrin berdalil dhoif atau maudhu. Dari sinilah “Kok ada yang aneh” muncul dihati saya. Kok katanya langit bukan coklat. (ini Cuma contoh lho). Kok penjelasan dan prakteknya beda? Kok ada yang tidak sesuai hadits penjelasannya? Bahkan praktek di pusat sekalipun lho. Lebih parah kita gak tau derajat hadits, lebih parah ternyata banyak amalan kita yang terkesan agama tapi TIDAK berdasar (cek di blog ini dengan judul KESESUAIAN L*** DENGAN QUR’AN HADIS PART 1-3).
Setelah bertahun-tahun,
Begitu saya keluar dari tempurung, ternyata langit yang saya lihat berwarna biru secara dhzohir. Bukan coklat. Saya tidak mau bilang dan tidak pernah merasa pol bahwa sekarang saya mutlak mendapat tiket surga. Seperti yang didengung-dengungkan dulu di tiiiiiiiit. Kalau baca hadits-hadits justru para pendahulu kita yang sudah dijamin surga sekalipun takutnya terhadap Alloh sampai mengeluarkan air mata. Takutnya terhadap siksa sampe segitunya. Takutnya sampe beramal lebih dan lebih. Kita? Sungguh terkadang terkesan “entahlah” karena merasa pol ndiri. Pernahkah kita seperti mereka? Karena kita justru merasa pol sendiri, akhirnya meremehkan saja. Contoh peremehan dan merasa lebih tinggi itu adalah; ucapan kita menjelek-jelekkan orang diluar tiiiiiiiiit. ‘Biar mereka pakai jubah yang penting kita yang diterima amalnya. Biar mereka jenggotan yang penting kita yang benar.’ Lho? Emang bisa benar kalau pakaian dan aurot tidak tertutup sempurna? Perhatikan dan tutuplah kaki-kaki, telapak kaki kalian wahai wanita yang mengaku ahli surga. Pernahkah shohabat seperti itu? Merasa pol dengan amalnya? Merasa hanya mereka?
Rasa ujub dilarang didalam agama ini. Rasa bahwa kita yang terbenar dan memandang rendah yang lain. Rasa bahwa hanya kita saja. (for detail information about this, have a visit to www.rumahku-indah.blogspot.com kalo gak salah judulnya ujub) Yang kita diperintahkan adalah mengikuti apa yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman 3 generasi awal islam. Supaya kita tidak terperosok kedalam pemahaman yang hanya berpegang pada Qur’an Hadits tetapi meninggalkan pemahaman 3 generasi awal islam. Fatal kan?!!!!!! Lihat, karena itulah, pemahaman berbeda dengan NAbi Muhammad SAW.
Qur’an Hadits ji juga tapi pemahamannya itu lho, akhirnya terjadi hadits yang dipahami tidak seperti yang dijelaskan atau dipraktekkan oleh NAbi Muhammad SAW.
Get it?
Hope that every single thing in our daily life refers to what had already been done by Prophet Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wasallaam.
Ucapan saya yang sesuai Qur’an Hadits silahkan diterima, dan bila tidak silahkan ditolak.
Barokallohu fiikum
ISLAM ITU INDAH

Minggu, 02 Januari 2011

3 point 4 point 5 final intonation


When somebody delivers a question: “why did U move out from L***……
And when somebody is you ……..
???????????
Let me speak out a moment’s thought why did I put myself out of L*** line? When I was there (once upon a time, he he he; saking dulu-dulunya), I did feel any strange things related to bithonah et al. And it became more and more complicated. I still remember some of the first question sessions came to my brain (waduw brain) when I was junior high school student, Why did this hadits (about some zakat, about hijab) was not applied in L***? Why did my mahrom was not the one who accompanied me when I did safar to Gading Mangu? Then I answer it myself. Ow, it must be coz of Nabi was in past time and we are in different time with Nabi Muhammad SAW. Time changes, so we need to be adaptable. Change something with the close one. Mahrom kan dekat juga dengan pengurus karena mereka bisa dipercaya, beda dengan orlu. He he he, itu my own answer lho, so, no interruption. Other question appears more. I had lots of strange feeling actually. But I didn’t take it as an important part. Just because we were often advised not be influenced by any other information except ‘mangkul’ and of course not to be a question maker; like bani isroil; lots of question bring them out of obedience. And of course because we are the truth! So, no question! Moreover be a senior high school student in pondok pesantren Gading Mangu made me be a nice L*** follower.
I can stand in a good manner until I read a lot and came forward to the questions that have already risen up since several years ago (but of course biiznillah).
Edisi translation, he he he
Jadi ….. so,
Ketika kita sendiri, when we’re alone
Ketika ada yang bertanya, when someone raises a question
“Kenapa keluar?”
This is being another difficult question to answer. Just because, I don’t know how to start to explain. I forget the answer in the surprise of the question … I remember nothing. He he he
The stillness as I move out from L***
Actually is not about how difficult the answer is. But how and where to start 2 explain about this. Lots of things to elaborate, lots of consideration need to be taken by me. Which part of these that suitable for them so they can accept it easily? Confuse. But should I close my understanding coz of that wall; is like close the book with millions of keys? Should I put the truth of their mistake under the rug? Should I place their feeling be on the top of everything, include under the truth? How could I answer if I will be asked next times in the yaum addiin? Why did not u tell them the truth of their misunderstanding? Why didn’t u try to remind them? I will remind silent n no answer. Dark position appears for me if I didn’t do this. I should tell everyone through cyber world. Coz they didn’t wana have any business with me in the real world right after I put myself out from L***. So, this is the best action that I should take. Post any of my writings in the blog of mine. Remember: TELL NOTHING BUT THE TRUTH!!!!
Somebody has already started this and the follower should be here to support the starter (pemulai?he he he)
Time goes and flows without thinking that L*** still tries their best to be a better one. L*** should be waited till they close to (karena yang ada sekarang “jauh”) the truth way. But, will Alloh wait u guys? Will Malaikat wait u friends? While ajal comes without any confirmation. Plis sadar wahai para pembesar kaum ……!!!!! AGAIN TELL NOTHING BUT THE TRUTH!!!!
How many people have already passed their life without knowing the truth? Who will be responsible for this? Will Pakubumi be? Will imam be? The answer is they won’t. Coz every single of us be responsible for our everything in this world. They died in the thought that they are in truth. Poor!!!!!!!
Compare every action that we (refer to L***) oo in our daily life with what Nabi Muhammad SAW had already done in his life. It is what I call far from same line. Really. Be critical!!!!! Have we applied the hadits or …….? Look and reflect yourselves!!!
When ‘sambung’, see the hadits and think!!!!!!! Think and think !!!!
Semoga Alloh memberi hidayah pada kita semua. Amien….
Barokallohu fiikum
Dari seorang hamba yang lemah 

Kamis, 25 November 2010

Mari SEDIKIT Membuka Diri dan Lebih Bertanya-Tanya


Bismillah,
Biasanya kalau saya menulis judul tidak koheren dengan isinya. Soalnya saya paling bingung kalau disuru bikin judul. Saya lebih suka bikin isi tulisan. Tulisan ini saya mulai pun tanpa judul. Hem,
Betapa luas makna segala tindak dan hal dari Nabi Muhammad SAW dan para shohabatnya. Betapa luas makna Al Hadits yang sampai kepada kita sebenarnya. Tapi tidaklah makna dan faedah yang terkandung didalamnya pernah disentuh secara mendalam di dalam pengajian L*** (eits, jangan marah dulu, ini yang saya dan teman ex rasakan sewaktu ikut ta’lim. Tapi, …
saya yaqin yang keluar yang lain juga seperti itu, he he he. Gak percaya? Coba deh keluar n ikut ta’lim! He he he, maaf sengaja).
Ini saya dapat beberapa bulan lalu,
Satu contoh kecil, kenapa sih para shohabat menggambarkan lamanya sholat Nabi Muh. SAW seperti Nabi Muh. SAW sholat dhuhur di roka’at pertama lamanya seperti membaca surat ini atau surat itu…bla bla bla (untuk lafadznya cek ndiri lah, toh sebenarnya kita semua pintar, hem).
Makna yang terkandung secara garis besar tentang hadits itu, kita sudah tau bersama lah, baik secara tersurat maupun tersirat. Tapi ketersiratan itu sampai pada kedalaman mana itu yang perlu kita selami (seh, mulai dari berenang yah, he he).
Ternyata yah yah ternyata itu, saking seringnya mereka membaca Al Qur’an, maka mereka tau seberapa lama sholat Nabi Muhammad kalau di analogikan dengan lamanya membaca surat tertentu. Semua akan paham, karena mereka semua rajin2 getoh baca Qur’annya bahkan hapal kan. Jadi kalau disebut lamanya seperti membaca surat ini maka para shohabat langsung ngeh bayangan lamanya itu berapa lama gitu. Tidak pakai menit karena shohabat sedemikian dekatnya dengan membaca Al Qur’an. Biar lebih mudah seperti ini; (ini saya mangkul (eits…mangkul, he he he) dari seorang ustadz lulusan medinah waktu itu beliau sebagai penerjemah da’i dari mekkah yang mampir memberi pituah di sini (hayo dimana? He he he). Analoginya seperti ini (dengan inti yang sama dan bahasa yang berbeda, semua ini karena keterbatan penulis mencatat setiap kata yang beliau tuturkan, pokoke intinya gini lho (eits jangan bantah, kan pokoke mangkulnya dari Abah dulu gini, ya gini, he he), pernah suatu ketika beliau naik kapal mau nyebrang (Madura-surabaya) trus beliau bertanya pada orang yang didekatnya. “Pak kira-kira berapa lama kita sampai di seberang?” orang itu menjawab. “yah, kalau habis rokok saya yang sebatang ini, maka kita sampai”. Hem…… kenapa dia menjawab seperti itu? Menurut dia, lamanya perjalanan ke seberang adalah selama dia menghabiskan rokoknya yang sebatang yang baru saja dia gunakan. Kenapa? Yah iyalah, karena dia begitu seringnya merokok dalam keadaan itu dan sedemikian dekatnya penyebrangan itu dengan dirinya di dalam kali atau saat dan tentu saja tetap dengan rokok. Jadi pertanyaan itu bukan hal yang sulit. Tidak perlu pake rumus, dalil atau perhitungan untuk menjawabnya. Menebak lama kapal sampai di seberang dengan waktunya menghisap sebatang rokok. Kalau ditanya pake menit, mungkin dia tidak akan tahu. Mungkin….. kenapa? Karena dia tidak menggunakan jam tapi menggunakan rokok. He he he
Jadi intinya, shohabat menganalogikannya dengan sesuatu yang mereka semua pahami dan mengerti, serta begitu dekat.
Subhanalloh betul saya rasakan sewaktu mendengar penjelasannya tentang ini. Dan perlu saya tekankan bahwa tulisan saya ini tidak bisa mewakili secara keseluruhan rasa yang terkandung didalamnya ketika kita mendengarnya secara “live”. Kalau mau tau seperti apa rasanya, harusnya langsung ikut ta’lim. Tapi skali lagi, jangan hanya ikut ta’lim karena tanpa dasar. Kalian haruslah tau dulu kesalahan dan kekeliruan apa yang ada dalam tubuh L*** yang tidak termaafkan dan tidak bisa ditolerir. Kekeliruan pada judul blog sebelumnya, belumlah sampai pada kesalahan yang lebih berat. Belum inti banged. Kalian harus cari tau. Blog teman2 ex yang ada di daftar atas BLOGS WAJIB BACA halaman ini bisa cukup membantu. Sehingga dengan begitu kalian akan lebih mudah menerima. Wallohu a’lam.
Hem, Ilmu itu luas. Amat luas. Dan tidak sesempit yang ada pada mangkulanku di L***. Banyak lagi yang lain….. yang membuat kita ber wah wah dan berkagum kagum. Yang perlu kita lakukan adalah: jangan langsung percaya penasehat dari L*** yang berkoar2 akan kebenaran mereka di atas mimbar. Saya tau itu sulit, karena pemahaman itu bukan masalah yang konkrit tapi abstrak dan tertanam di lubuk bahkan mungkin sejak kita semua masih kecil. TAPI, coba belajar mulai membuka diri, tanya2 yang keluar, diskusi ringan saja, tidak usah yang berat2. Kalau perlu tantang yang keluar, ah itu kan karena anda belum dengar nasehat nya pakubumi yang dari Mekkah (saya pikir tak perlu lah saya sebut namanya, toh refers to ke siapa sudah kita pahami). Coba kalau dengar, saya yakin kembali lagi ke L***. Tantang yang keluar seperti itu, gak pa2 kok. Hem, tapi, betulkah demikian? Mereka yang keluar mendengarkan nasehat pakubumi yang baru pulang dari mekkah bukannya mau kembali, malah tersenyum2 simpul sambil mendengarkan. Kenapa mereka tersenyum simpul? Bahkan ada yang geleng2 kepala. Ada lagi yang senyum simpul sambil geleng2 sambil berucap astaghfirulloh. Bahkan ada yang pegang jantung. He he he. Ada banyak ekspresi kekecewaan dan ketidakterimaan yang muncul. Mau tau kenapa? Tanya!!!!!! Dan Tantang mereka!!!!!!!!! Gak tau mau bilang apa. buka2 blog2 para ex2 L***. Supaya jelas siapa yang berada di atas al haq. Cek di www.waspada354.blogspot.com untuk fatwa ulama mekkah tentang L***. Kalo susah donlot ke rumah sj. Kebetulan ada banyak. He he he

Senin, 01 November 2010

KASIH SAYANGKU UNTUK L***


Bismillah… Sungguh, tidaklah saya menulis blog ini, kecuali dengan niat dan tujuan agar kita semua bisa menyesuaikan segala hal dengan Qur’an dan Hadis. Tidakkah kita semua punya kewajiban untuk saling tolong menolong dalam kebaikan??? Saudaraku … maaf kalau di blog sebelumnya ternyata ada kata-kata yang kurang baik dan tidak enak dibaca….. sungguh, maafkan saya…. mungkin ini kekhilafan dari kekurangan saya. tapi tolong plis, renungkan seberapa negatif kata-kata kalian untuk kami yang keluar? Bukankah ‘beberapa’ dari kalian mengatakan kami mur**d? tapi tidaklah hal itu membuat kami mencap bahwa kalian apa begitu…… tidak dan sungguh tidak. Kami tetap menganggap kalian semua saudara dan kaum muslimin. Sungguh!!! Ini bukan budi luhur tapi ini adalah suara hati saya.
Tidaklah saya berdiri disini, menulis, mencoba membuka sesuatu yang ada dan saya ketahui kepada saudara-saudaraku yang lain? Tidakkah kalau ada suatu produk yang merusak ¬¬¬¬¬¬kita umat islam, maka kita akan mengingatkan saudara kita yang kita SAYANG dan CINTAI untuk tidak menggunakannnya? Benar kah kalau kita temukan kerusakannya kemudian kita biarkan saja saudara kita menkonsumsinya? Benarkah itu wahai saudaraku? Tolong jawab…….
Tidaklah saya menulis ini, tidaklah saya memikirkan ini, kecuali dengan perasaan hati yang berat, airmata yang tumpah, dan sesak yang menghimpit kalbu……..
Namun, tidakkah saya harus berbuat sesuatu? Berbuat untuk mengingatkan, meskipun saya akui, saya juga masih butuh selalu diingatkan. Karena kita semua hanyalah manusia biasa. Bukankah demikian?
Saya merasa sakit dan perihnya hati yang saya alami untuk semua orang L***. Saya membuat ini untuk semua orang L***. Bukan untuk sebuah nama L***. Tetapi untuk orang-orang di dalamnya yang masih saya sayangi dan cintai. Tentunya dengan tetap mengedapankan cinta saya kepada Alloh dan RosulNYA.
Sungguh saya menulis bukan karena saya benci dengan L***. Tetapi justru keinginan terbesarku adalah agar kita semua termasuk L*** bisa menyesuaikan segalanya dengan Qur’an dan Hadis. Menghilangkan aqidah-aqidah yang tidak sesuai dengan Qur’an dan Hadis. Termasuk anggapan bahwa orlu adalah tidak diterima amalnya ….orlu adalah bukan org iman …orlu adalah tidak mendapat bagian surga… yang keluar adalah murt**, L*** jalan tunggal masuk ke surga, dsb…
Tidakkah kemudian kita juga mau menoleh dan melihat diri kita sedikit saja … seberapa kurang baik hati kita menuduh dan mencap kepada saudara-saudara islam yang diluar L***? Tidakkah kita mau sedikit memikirkan mereka juga? Kita mengk*f*rkan mereka, dan mencap m*rt*d orang yang keluar dari L***? Tidakkah itu adalah tuduhan yang jelek saudaraku? Bahkan mungkin saja lebih jelek dari apa yang ditulis di blog ini atau blog yang lainnya.
Sungguh, pernyataan yang ada di hati kita terhadap mereka orlu adalah sesuatu yang bukan saja menjelek-jelekkan mereka, tetapi lebih dari itu. Jadi mari, kita belajar dari pengalaman yang ada, sungguh blog-blog yang hadir semua bertujuan baik untuk dunia dan akhirot dengan sesuatu cara yang mungkin belum kita ketahui maknanya.
Dari seorang hamba yang lemah…

Senin, 25 Oktober 2010

KESESUAIAN L*** DENGAN AL QUR’AN DAN AL HADIST? PART 2


Assalaamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokaatuh. Saya mau curhat lagi. Saya hampir sakit memikirkan teman-teman dan keluarga yang masih L***. Itu lho, baca komen2 mereka di blog2 ex….aduh…..masih ada orang yang terkungkung begitu yah? Aduh hari gene…… Kok bisa lho, dalilnya disediakan tapi gak mudeng2. Malah ada yang sampe siap membunuh menghalalkan darah kaum muslimin asal sudah ada perintah imam. Lho? Malah tambah kelihatan khowarij nya. Keluar aslinya. Cek definisi khowarij rek. insyaAlloh Alloh paring kemudengan. Orang yang masih sholat dan melaksanakan rukun islam kok mau dibunuh? Nabi Muhammad aja melarang membunuh orang kalau dia masih sholat. Hayo….Hem….akhirnya saya tidak focus kemana-mana lah, malas makan, bahkan tidak mau sambung (lho? He he he he, sapa juga yang mau sambung ke L***? He he he). Tujuannya saya bikin postingan ini yah kalau antum punya jawaban ilmiah maka monggo kita jawab bersama. Toh saya juga manusia yang ucapannya amat sangat bisa ditolak ketika tidak sesuai dengan dalil dan silahkan diterima bila sesuai dalil. Hem, bingung rasanya kalau taqiyah terus, taqiyah terus (baca: bithonah). Baca blog mantan L*** gak boleh, soalnya blog-blog itu dalilnya kuat-kuat (coba baca link blog di samping, GUARANTEED!!!!) bantahannya ilmiah sesuai Qur’an Hadis yang shoheh dan atau sederajatnya yang bisa dijadikan hujjah. Jadi kalau baca blog-blog para mantan mubaligh L*** jelaslah terpengaruh untuk keluar juga dari L*** (he he he). Tentunya semua biiznillah. Jadi kalau mau tetap di L*** dan masa bodo dengan isu-isu hotnya, maka jadilah kita seperti katak di bawah tempurung. Enjoy it. Meski ada yang gak sesuai dalil yang dikaji, maju terus tidak boleh bertanya, nanti jadi bani isroil (he he he he ada-ada saja). Kalau ada yang tidak sesuai dalil masa gak boleh dipertanyakan? Justru harus dipertanyakan!
Jadilah ada seseorang yang bertanya tentang sebuah hadis yang dikaji di L***. Simak contoh jawaban yang sungguh tidak ilmiah berikut:
A: mba tidak ada hadisnya bolehnya memperlihatkan kaki (mulai bawah mata kaki sampe ke bawah; karena L*** kan gak nutup itu, red) di mba’?
B: ia sepertinya tidak ada. Coba Tanya mubaligh daerah?
A: ia. insyAlloh. Tapi memang hadis yang di kaji jelas seperti itu kan yang memanjangkan pakaian untuk wanita itu mba waktu zaman nabi….?
B: ia memang, kembali ke kepahaman individu masing-masing saja. Karena kepahamannya orang kan beda-beda
A: oh……. ( #@?*&^%$#!*&%#$?????)
Astaghfirulloh, ini perintah langsung Alloh Rosul lho. Kalau persenan yang tidak ada contoh dari hadis saja dinasehati terus sampe luber2. Eh, giliran perintah yang lebih kuat derajat hukumnya, kok serasa asoi geboi tidak dikerjakan sih? Tolong, plis, sedikit renungkan. Sedikitttttt saja.
Yang lucu lagi teman yang ajak diskusi, “gini lho mbak, kita harus bertahap, memang kaki harus ditutup, tapi ingat dulu Pak nurhasan. Dulu yang pertama orang-orang hanya berkerudung unyil, tapi Alhamdulillah sekarang udah pake jilbab yang baik. (baik yah? Lihat dan cek definisi jilbab yang benar beserta dengan hukum-hukum dan dalilnya) Karna ajakannya sedikit demi sedikit. Yang penting mereka mau meninggalkan syirik dulu…
Me: he he he, analoginya yang benar donk. Jangan ingat Pak Nurhasan, ingat Nabi Muh. SAW dulu. Ittiba’ nya kita kan harus ke Nabi Muhammad SAW. Bukankah Nabi Muhammad SAW adalah suri tauladan buat kita umat Islam? Dulu waktu turun ayat hijab, kaum wanita langsung berjilbab sehingga tampak seperti burung gagak…. Cek sendiri hadisnya. Ada juga di mangkulan L***
Sedikit kritis saja yang dibutuhkan…sedikit saja. Oh yah, mari kita lanjutkan postingan sebelumnya, the last number was 11. So,….
12. Ucapan ‘amal sholeh’ ketika meminta tolong dan sejenisnya. Dengan dalil yang manakah kita mengamalkan ini? Seperti saya ungkapkan pada tulisan saya sebelumnya; ilmu saya masih tipis, jadi kalau ada hadisnya, marilah kita sharing sama-sama. 
13. Ucapan “shollallohu ‘alaihi wasallam” ketika ada yang menyebut Nabi dengan menyertakan SAW. Contoh, ketika ada penasehat yang mengucapkan: Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam …. Maka pendengar alias peserta pengajian wajib dan akan merespon : “shollallohu ‘alaihi wasallam”. Cek kembali hadis kalian, jelas kok disitu, menyertakan ucapan SAW ketika menyebut nama nabi. Bukan mengucapkan SAW ketika ada yang bilang SAW. Tanya ulama donk! Di mekkah sekalian….
14. Terus masalah penyaksian orang yang meninggal. Dulu ingat betul deh, kalau di Gading nyolati mayit, setelah itu, qta menyaksikannya dengan mengatakan yang dalam bhs Indonesia ‘baik’ kalau gak salah tulis kita bilang ‘sae’ (maklum bukan orang Jawa). Yang nasehat kasi sejenis biografi orally kepada yang hadir. Terus disaksikan deh dengan ucapan ‘baik’ gitu. Kalau mau lihat hadisnya …… coba cek… liat pandangan ulama ahlusunnah tentang ini. Saya pernah menanyakannya pada seorang ustadz lulusan madinah dan jawabannya Totally different dengan yang dipraktekkan L***. Be a critical human! Kalau mau berkutat pada ilmu mangkul yang ternyata maudhu pun kita jadikan hujjah, maka bathil lah ilmu mangkul itu. Silahkan gugel juga tulisan ust Qomar tentang “bantahan terhadap ilmu mangkul”. Lengkap. Baca dan jangan terpengaruh!!!  Silahkan menikmati….
15. Ups…. Saya diajak berdialog dengan teman dari L*** yang masih ingin saya disana. Mereka mau membenarkan music senam barokah dengan hadis bahwa Nabi Muhammad pernah mengizinkan menggunakan alat music pada saat perkawinan. He he he….. analoginya yang tepat dunk. Keharomannya kan jelas (bukhori 5/2123 dll). Nabi Muhammad SAW membolehkannya pada saat perkawinan itu saja. Ini kok maunya senam barokah tiap minggu. Waduh…..tolong analoginya yang sedikit jernih ….
Have a look at the written language below:

Ada beberapa nyanyian yang diperbolehkan DIANTARANYA (kalau ada yang mau nambahkan tafaddhol…. Ni focus dulu di jawaban teman yang L*** diatas) yaitu:
• Menyanyi pada hari raya. Hal itu berdasarkan hadits A'isyah:"Suatu ketika Rosul Shollallahu 'Alaihi Wasallam masuk ke bilik 'Aisyah, sedang di sisinya ada dua orang hamba sahaya wanita yang masing-masing memukul rebana (dalam riwayat lain ia berkata: "... dan di sisi saya terdapat dua orang hamba sahaya yang sedang menyanyi."), lalu Abu Bakar mencegah keduanya. Tetapi Rasulullah malah bersabda: "Biarkanlah mereka karena sesungguhnya masing-masing kaum memiliki hari raya, sedangkan hari raya kita adalah pada hari ini." (HR. Bukhori)
• Menyanyi dengan rebana ketika berlangsung pesta pernikahan, untuk menyemarakkan suasana sekaligus memperluas kabar pernikahannya. Nabi Shollallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Pembeda antara yang halal dengan yang haram adalah memukul rebana dan suara (lagu) pada saat pernikahan." (HR. Ahmad 3/418, At-Tirmidzi no. 1088, An-Nasa`i no. 3369, Ibnu Majah no. 1896. Dihasankan Al-Albani dalam Al-Irwa`, 7/1994).
• Cek juga HR. Al-Bukhori, Kitab An-Nikah no. 4852
Di antara berbagai alat musik yang diperbolehkan hanyalah rebana. Itupun penggunaannya terbatas hanya saat pesta pernikahan dan khusus bagi para wanita. Kaum laki-laki sama sekali tidak dibolehkan memakainya. Sebab Rosul Shollallahu 'Alahih Wasallam tidak memakainya, demikian pula halnya dengan para shohabat beliau Rodhiallahu 'Anhum Ajma'in.